Kamis, 23 Februari 2012
Hujan.
Sebab hujan ialah nafas.
Bagi para perindu, seperti aku.
Sebab tetes ialah derai
Bagi para pemuja, sepertiku.
Ini aku hujan, sembunyi diam-diam.
Dibalik tawa yang dulu kau simpan.
Ini aku hujan, menangis teriris.
Dibalik senyum yang dulu kau pinjam.
Adakah album lama?
Tuk kembali kuamati bayang diri?
Kau yang simpan hujan, kau yang simpan.
Rasa asing yang kerap menyentuh sedikit-sedikit.
Kau yang simpan hujan.
Wajah-nya, tanya-nya, jua amarah-nya,
Perhatikan, hujan.
Pelangi berlomba melukis.
Padahal ia punya warna yang terang, bukan?
Hujan, hujan.
Kau ibarat sebilah tirai.
Dimana aku ; sang penggerak.
Mampu mengintip sedikit dibalik tirai-mu.
Saat dulu, yang kini tersisa deru.
Hujan, biar ku teriak lantang.
Soal cinta, soal rindu, soal ego.
Soal kita, soal duka.
Jua tanda tanya.
Yang tersimpan dalam wujud periuh.
Hujan.
.admin @kapusdt - sdt.
Bagi para perindu, seperti aku.
Sebab tetes ialah derai
Bagi para pemuja, sepertiku.
Ini aku hujan, sembunyi diam-diam.
Dibalik tawa yang dulu kau simpan.
Ini aku hujan, menangis teriris.
Dibalik senyum yang dulu kau pinjam.
Adakah album lama?
Tuk kembali kuamati bayang diri?
Kau yang simpan hujan, kau yang simpan.
Rasa asing yang kerap menyentuh sedikit-sedikit.
Kau yang simpan hujan.
Wajah-nya, tanya-nya, jua amarah-nya,
Perhatikan, hujan.
Pelangi berlomba melukis.
Padahal ia punya warna yang terang, bukan?
Hujan, hujan.
Kau ibarat sebilah tirai.
Dimana aku ; sang penggerak.
Mampu mengintip sedikit dibalik tirai-mu.
Saat dulu, yang kini tersisa deru.
Hujan, biar ku teriak lantang.
Soal cinta, soal rindu, soal ego.
Soal kita, soal duka.
Jua tanda tanya.
Yang tersimpan dalam wujud periuh.
Hujan.
.admin @kapusdt - sdt.
Rabu, 15 Februari 2012
Satu kali ini saja.
Dan aku butuh sesuatu untuk mengisi gelas kaca.
Suka-suka anda, mau fanta atau air biasa.
Aku terima saja.
Jua cemilan untuk mengisi toples kosong.
Suka-suka anda, mau kacang atau sekadar kue gosong.
Aku tak pernah mengelak, asal jangan bohong.
Aku butuh sesuatu untuk ku-kunyah
Terserah, mau sayur atau buah,
Aku tak pernah memohon yang susah-susah.
Aku butuh setetes air,
untuk mengguyur kerongkongan berlendir
Terserah anda mau pakai apa,
Asal jangan sampai membuat gigi tergelincir.
Aku butuh seikat mawar tuk kuciumi malam-malam
Terserah, mau merah atau hitam.
Asal jangan ada yang layu, legam.
Tapi satu kali ini saja aku ingin yang susah.
Boleh-kah? Satu kali sajalah.
Aku.
Butuh.
Sesuatu.
Untuk mengisi relung hati,
kali ini hanya dua pilihan.
Rindu, atau cinta?
Cepat isi, sebelum senja mencibir pagi.
Atau malam, memusuhi bintang.
.admin @kapusdt -sdt.
Sabtu, 11 Februari 2012
Rasa kita.
Rasa apa ini? Tiba-tiba menyeruak dalam kalbu. Aku tak pernah menyuruh-nya hadir,
di antara kita.
Ini yang aku takuti
Selama lima belas tahun lamanya
Aku, kamu, dia. Kita.
Bersenda dibalik jendela,
jua tertawa kala tangis lenyap , diantara kita.
Ini yang aku duga.
Kita terlibat dalam satu ikatan rasa.
Yang entah apa namanya.
Membunuh seluruh amarah,
yang kian panas membara.
Ini yang aku kira.
Kita, lagi-lagi kita.
Saling mengadu domba.
Senyum depan mata,
Tangis membahana.
Ini yang nyata.
Kita.
Saling menjauh.
Aku, kamu, dia.
Ya, kita.
Jauh, jauh, jauh.
Luruh dalam satu,
rasa.
Ini yang aku benci.
ya, benci.
Rasa ini.
Rasa kita.
Rasa yang sama.
Rasa yang menyekat kita.
Dalam satu mimpi.
Hampa doa.
Ini yang aku enggan rasakan.
Ya, ini.
Rasa ini, kawan.
Sanggup-kah kau jabari artinya?
Aku benci rasa ini.
Ia jahat,
Membuat kita jauh, berubah.
Ini, sobat, ini.
Ya, tak salah lagi!
Yakini aku, ini!
Rasa ini!
Rasa ini bukan?
Yang pelan-pelan.
Menyentuh asa kita?
Maaf.
Maaf sobat, maaf.
Maaf bila rasa tanpa nama
Menodai hati kita.
Maaf sobat, maaf.
maaf yang kian berjubah derai.
Maaf, sobat. Maaf.
Maaf.
Maaf, sekali lagi maaf.
Maaf bila rasa ini.
Akh sudah-lah.
Aku hanya mampu berucap satu,
Maaf.
.admin @kapusdt -sdt.
Jumat, 10 Februari 2012
Mimpi.
Dekap aku bulan...
Dekap kuat-kuat..
Dekap dalam hasrat
Yang erat mengikat.
Kecup aku bintang
Lewat pijar gemintang
Di langit hitam terbentang
Riuhkan geram garang
Bisik aku, hujan
Bisik pelan-pelan
Di ambang angan-angan
Tanpa embun jua awan
Bulan,
Bintang,
Hujan,
izinkan sebait sajak
mampir di tepi
Rumah-mu, malam ini
Sebentar saja
Di sana
Di ruang sederhana,
Mimpi namanya.
.admin @kapusdt - sdt.
Dekap kuat-kuat..
Dekap dalam hasrat
Yang erat mengikat.
Kecup aku bintang
Lewat pijar gemintang
Di langit hitam terbentang
Riuhkan geram garang
Bisik aku, hujan
Bisik pelan-pelan
Di ambang angan-angan
Tanpa embun jua awan
Bulan,
Bintang,
Hujan,
izinkan sebait sajak
mampir di tepi
Rumah-mu, malam ini
Sebentar saja
Di sana
Di ruang sederhana,
Mimpi namanya.
.admin @kapusdt - sdt.
Senin, 06 Februari 2012
Aku Sudah Biasa.
Aku sudah biasa.
Bercanda dalam kesah-ku.
Aku sudah biasa.
Terluka akan nestapa.
Aku sudah biasa.
Diam dalam bisu.
Aku sudah biasa, biasa.
Aku sudah terbiasa.
Aku sudah biasa, cinta.
Tergores api kenangan.
Aku sudah biasa, rindu.
Menghisap debu sendu.
Aku sudah biasa, biasa.
Tak apa. Sebentar saja.
Aku sudah biasa.
Menelan tawa yang redup.
Aku sudah biasa.
Terhina sang muna.
Aku sudah biasa, biasa.
Cukup kala itu, saja.
Tak masalah, aku sudah biasa.
Aku tetap bertahan dalam tanya.
Aku sudah biasa... menderita..
Aku..
Sudah..
Biasa..
.admin @kapusdt - sdt.
Bercanda dalam kesah-ku.
Aku sudah biasa.
Terluka akan nestapa.
Aku sudah biasa.
Diam dalam bisu.
Aku sudah biasa, biasa.
Aku sudah terbiasa.
Aku sudah biasa, cinta.
Tergores api kenangan.
Aku sudah biasa, rindu.
Menghisap debu sendu.
Aku sudah biasa, biasa.
Tak apa. Sebentar saja.
Aku sudah biasa.
Menelan tawa yang redup.
Aku sudah biasa.
Terhina sang muna.
Aku sudah biasa, biasa.
Cukup kala itu, saja.
Tak masalah, aku sudah biasa.
Aku tetap bertahan dalam tanya.
Aku sudah biasa... menderita..
Aku..
Sudah..
Biasa..
.admin @kapusdt - sdt.
Sabtu, 04 Februari 2012
Segelas kopi.
.Kopi.
Aku lupa cara melupa. Maka kupilih larutan kopi untuk menghapus kenangan itu. Kenangan hitam yang semakin hitam terguyur serbuk kecil jua air panas. Semoga sakit-sakit di dalam-nya mati bersama segelas kopi.
.Selesai.
Kebersamaan itu harus selesai.
Bila kau ingin air mata lenyap dalam tawa.
Tawa yang kini meriuh dalam kepala.
Di sana.
.admin @kapusdt -sdt.
Aku lupa cara melupa. Maka kupilih larutan kopi untuk menghapus kenangan itu. Kenangan hitam yang semakin hitam terguyur serbuk kecil jua air panas. Semoga sakit-sakit di dalam-nya mati bersama segelas kopi.
.Selesai.
Kebersamaan itu harus selesai.
Bila kau ingin air mata lenyap dalam tawa.
Tawa yang kini meriuh dalam kepala.
Di sana.
.admin @kapusdt -sdt.
Kamis, 02 Februari 2012
Kamu.
Aku merindukan-mu.
Untuk seseorang yang mungkin tak pernah menyadari arti kerinduan.
Belajar-lah pada bulan.
Ia tahu rahasia-rahasia lama yang tersimpan.
Bahkan sarang yang menjala kehangatan.
Dalam satu ikat api api kenangan.
Aku mencintai-mu.
Untuk seseorang yang mungkin tak pernah menyadari arti sebuah cinta.
Belajar-lah pada sebilah tinta.
Dalam tiap-tiap tetes-nya.
Mencipta rasa.
Dan itulah ia.
Namun jangan pernah belajar tentang luka.
Sebab aku tak pernah ingin melihat kau terluka.
Aku tak punya obat-nya.
Tapi bagaimana bila aku yang luka?
Aku tak butuh obat.
Hanya saja satu penghangat.
Yaitu, kamu.
Selamat tinggal.
Ia membakar habis sebuah surat.
Menelan-nya, dan berharap ia hancur di dalam sana.
Agar sang 'HATI' tahu, apa isi tiap-tiap tetes air mata.
.admin @kapusdt -sdt.
Untuk seseorang yang mungkin tak pernah menyadari arti kerinduan.
Belajar-lah pada bulan.
Ia tahu rahasia-rahasia lama yang tersimpan.
Bahkan sarang yang menjala kehangatan.
Dalam satu ikat api api kenangan.
Aku mencintai-mu.
Untuk seseorang yang mungkin tak pernah menyadari arti sebuah cinta.
Belajar-lah pada sebilah tinta.
Dalam tiap-tiap tetes-nya.
Mencipta rasa.
Dan itulah ia.
Namun jangan pernah belajar tentang luka.
Sebab aku tak pernah ingin melihat kau terluka.
Aku tak punya obat-nya.
Tapi bagaimana bila aku yang luka?
Aku tak butuh obat.
Hanya saja satu penghangat.
Yaitu, kamu.
Selamat tinggal.
Ia membakar habis sebuah surat.
Menelan-nya, dan berharap ia hancur di dalam sana.
Agar sang 'HATI' tahu, apa isi tiap-tiap tetes air mata.
.admin @kapusdt -sdt.
Lensa. - sebuah ilustrasi.
Suatu siang, dua bocah kecil saling mengejek.
Namun tak berapa lama mereka terdiam lelah.
Mereka tidak tahu apa-apa atas apa yang mereka ucapkan.
Mereka terlalu kecil.
"Jika boleh, aku ingin meminjam sebentar lensa-mu."
"Lensa apa?"
"Mata."
"Tapi untuk apa?"
"Aku ingin tahu secara spesifik kekurangan-ku dimata-mu."
"Lalu?"
"Aku akan memperbaiki semua kesalahan-ku."
"Kapan?"
"Mulai dari sekarang."
Kemudian segumpal angin panas menyusup dalam celah rambut kedua bocah itu.
Seperti ada butir-butir pasir yang mengganjal.
Bukan dari langit, ataupun gersang udara.
Tapi dari sana, ucapan mereka, jua kedua tatapan mata-nya.
Lensa.
.admin @kapusdt - sdt.
Namun tak berapa lama mereka terdiam lelah.
Mereka tidak tahu apa-apa atas apa yang mereka ucapkan.
Mereka terlalu kecil.
"Jika boleh, aku ingin meminjam sebentar lensa-mu."
"Lensa apa?"
"Mata."
"Tapi untuk apa?"
"Aku ingin tahu secara spesifik kekurangan-ku dimata-mu."
"Lalu?"
"Aku akan memperbaiki semua kesalahan-ku."
"Kapan?"
"Mulai dari sekarang."
Kemudian segumpal angin panas menyusup dalam celah rambut kedua bocah itu.
Seperti ada butir-butir pasir yang mengganjal.
Bukan dari langit, ataupun gersang udara.
Tapi dari sana, ucapan mereka, jua kedua tatapan mata-nya.
Lensa.
.admin @kapusdt - sdt.
Langganan:
Postingan (Atom)